Terorisme Masalah Kompleks Yang Tak Kunjung Usai
Oleh : Juanson Ambarita
Belakangan ini telah terjadi aksi teror bom bunuh diri, yang di lakukan di depan halaman Gereja katedral di makassar(28/3/21). Pelaku melakukan aksi bom bunuh diri, yang mengakibatkan puluhan orang mengalami luka-luka akibat insiden tersebut. Kemudian di susul oleh aksi penyerangan terhadap Mabes Polri oleh seorang perempuan, yang berdasarkan hasil penyelidikan oleh tim Kepolisian merupakan seorang simpatisan ISIS (31/3/21).
Peristiwa ini menambah rentetan panjang kasus terorisme di Indonesia. Menjadi pertanyaan besar, mengapa aksi teror ini terus berkelanjutan di Republik ini?
Baca Juga : Ledakan Bom di Gereja Makasar, Polres Jaga Ketat Tempat Ibadah di Muaro Jambi
Berdasarkan hasil penyidikan dari pihak kepolisian, dengan kerjasama Badan Intelejen menyatakan bahwa para pelaku, merupakan orang-orang yang terpapar paham radikalisme ekstrem. Yang menyebabkan para teroris memandang bahwa, keyakinan yang di yakininyalah yang benar. Maka untuk menegakkan kebenaran yang di anut, mereka tidak takut untuk mati sekalipun. Lalu benarkah demikian?
Faktor Terorisme Tak Kunjung Usai
Penulis merangkup pendapat para ahli, terhadap tindakan atau perilaku teror ini di dorong oleh beberapa faktor yakni.
-
Faktor Pendidikan
Pendidikan yang rendah, menyebabkan seseorang mudah untuk di masuki atau di tekankan kepada paham-paham, yang mengarah kepada tindakan ekstrim.
Berangkat dari pendidikan yang rendah, maka semakin membuka peluang atau kemungkinan untuk seseorang tersebut salah dalam memahami atau menafsirkan, makna dari dogma suatu agama. Dalam hubungan kausalitasnya.
Berita lainnya : Geger, Kemarin Bom di Makassar, Kali Ini Penembakan di Mabes Polri
Gagal paham mengakibatkan, salah dalam pengambilan keputusan juga tindakan.
-
Faktor Ekonomi
Pendidikan yang rendah, berkorelasi dengan ekonomi yang rendah. Persoalan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, merupakan persoalan pelik di negeri ini. Masyarakat yang tergolong kepada masyarakat tidak mampu, akan rela melakukan tindakan apa saja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Hal ini merupakan jawaban atas pertanyaan, mengapa angka kriminalitas sangat tinggi di berbagai kota-kota besar di Indonesa. Ketika Dia di hadapkan kepada suatu kondisi, di mana gerakan radikalisme menawarkan sebuah dunia. Di mana kebutuhannya terpenuhi dengan syarat dan ketentuan tertentu. Maka memilih kehidupan yang di tawarkan oleh gerakan radikalisme tersebut, merupakan suatu tindakan yang logis untuk mengakhiri kesenjangan ekonomi yang di derita.
-
Faktor Politik dan Ketidakadilan
Dalam menilai suatu kebijakan atau keadilan, kita di tuntut untuk objektif. Suatu kebijakan tidak selalu berpihak pada 1 arah, adakalanya suatu kebijakan terasa tidak adil atau timpang. Namun ini adalah masalah perspektif, ketika persfektif ini di olah dan di giring menjadi opini bersama suatu kelompok, maka seketika kebijakan itu akan terasa tidak adil. Ketika ada ketidakadilan yang di rasakan, maka akan memicu terjadinya gerakan sosial.
Ketiga faktor di atas, saling berkorelasi dalam memicu timbulnya gerakan Radikalisme. Yang kemudian di laksanakan dalam bentuk Terorisme. Lalu di manakah peranan pemerintah, dalam penanggulangan permasalahan terorisme di Indonesia?
Baca Juga : Niat Banget Ingin Mati Syahid, Zakiah Beli Senpi Sebelum Serang Mabes Polri
Sejatinya Undang-undang (UU) tentang Perubahan, atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 2002. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Telah mengatur tentang sistematika penanggulangan terorisme secara komprehensif. Tidak hanya bicara pemberantasan, namun juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan dan pengawasan.
Terorisme Masalah Kompleks Yang Tak Kunjung Usai
Dalam penanggulangan kasus terorisme di Negeri ini, Penulis beranggapan bahwa untuk menumpas atau setidaknya mengurangi kasus Terorisme. Harus menyasar langsung kepada akar rumput permasalahan, yakni tindakan preventif (pencegahan) dengan metode penekanan pada sisi pendidikan. Bahwa negara Indonesia adalah, Negara yang terdiri dari berbagai ragam suku bangsa dan agama. Sebelum Indonesia merdeka dari penjajahan, berbagai macam suku, bangsa dan agama masyarakat lainnya bersatu, untuk memperjuangkan kemerdekaan. Dan bersama-sama dalam mendeklarasikan kemerdekaan negara Indonesia. Negara Indonesia bukanlah milik Sekelompok agama, atau suku atau bangsa tertentu saja. Melainkan Indonesia adalah kumpulan dari berbagai ragam suku, bangsa, dan agama sebagai kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.
Apa Peran Pemuda dan Masyarakat, dalam menyikapi Gerakan Radikalisme yang berpotensi memicu aksi Terorisme?
Lihat Juga Video : Kebakaran Kilang Minyak Pertamina Balongan Indramayu, Terdengar Ledakan
Penulis meyakini bahwa semua ajaran agama adalah baik, yang membuat menjadi tidak baik adalah jikalau kita bersikap terlalu fanatik, terhadap ajaran agama yang kita yakini. Karena dari persepsi tersebut, akan mengaburkan pandangan kita terhadap berbagai hal baik, yang juga di ajarkan dan di lakukan oleh agama lain. Beriman sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, adalah hal yang penting dan merupakan bentuk dari pengejawantahan dari Pancasila. Sebagaimana yang tercantum dalam sila pertama Pancasila, yang menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang berketuhanan. Akan tetapi sila ke 3 pancasila yang menekankan, kepada persatuan dan kesatuan bangsa tak bisa di kesampingkan, sejarah mencatat bahwa bangsa ini kuat karena bersatu. Oleh karena itu kita sebagai pemuda atau masyarakat negara ini, hendaknya tidak melupakan jasa pengorbanan para pahlawan dalam memperjuangkan Negara kita ini.
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mari rawat keimanan kita, sebagai negara yang berketuhanan. Dan mari per erat rasa solidaritas sebagai bentuk persatuan, dari bangsa yang besar ini. Bangsa yang terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, adat istiadat bangsa Indonesia.
Mahasiswa fakultas Hukum UNJA