Hari Puisi Nasional, Duta Baca UNJA 2019 : Muda Itu Jiwa Membara

BERITA JAMBI – Hari Puisi Nasional jatuh pada tanggal 28 April, dalam hal ini Nafri Dwi Boy Pria yang pernah menjadi Duta Baca Universitas Jambi tahun 2019 turut memberikan beberapa pesan.

Bertepatan dengan, hari wafatnya tokoh penyair Indonesia Chairil Anwar. Tentunya hal ini, mendapat makna tersendiri dari para pegiat sastra. Pria yang pernah menjadi Duta Baca Universitas Jambi tahun 2019, berpesan bahwa Jiwa Muda itu Jiwa Membara, berani bersuara melalui sastra.

Pada Dinamikajambi.com, Duta Baca UNJA 2019 yang akrab di sapa Boy ini menjelaskan, Ia turut bahagia bahwa saat ini masih banyak orang yang ingat akan Hari Puisi Nasional.

Baca Juga : Komentar Negatif Soal KRI Nanggala 402, Oknum Polisi Ini Dibekuk Polisi

Itu artinya, beber Pria kelahiran Batanghari ini, sampai saat ini masyarakat masih mengenang wafatnya penyair Chairil Anwar. Salah satu pejuang kemerdekaan, yang bergerak di bidang sastra Indonesia.

“Sebenarnya, Hari Puisi Nasional ini ada beberapa versi ya. Tapi, saya tidak mempersoalkan itu sepenuhnya. Yang jelas sampai saat ini, masih ada yang mengingat Hari Puisi. Bertepatan pula hari ini wafatnya Chairil Anwar,” ungkap Boy, Rabu (28/04/2021).

Kenalan Dengan Almarhum Penyair Jambi

Selanjutnya, Ia juga menceritakan awal mula dirinya terjun dalam dunia sastra Puisi. Di mana sewaktu Pria yang hobi membaca buku ini, jatuh cinta membaca karya-karya Puisi Chairil Anwar sewaktu duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Di tambah lagi, rasa jatuh cinta ini mendapat dorongan dari sang Kakak, yang pula bertepatan sebagai pegiat sastra Jambi.

Lantas semakin menjadi-jadi, hasrat menulisnya berkembang pesat seketika duduk di bangku perkuliahan. Bahkan, terhitung sampai hari ini, Boy telah menulis sekitar 200 Puisi di ramu dalam 3 buah buku terbitan.

Berita Lainnya : Geger, Seorang Pria di Jambi Dibacok Tiba-Tiba, Korban Alami Luka Berat

“Sebenarnya dari SMP sudah tertarik membaca Puisi. Terus suatu ketika, Abang saya ngenalin saya dengan salah satu Penyair Jambi, Almarhum Qory Marbawi. Berlanjutlah sampai SMA, mulai nulis buku puisi, ikut lomba nulis,” terangnya.

Seiring berjalannya waktu, menurut Pria yang juga hobi teater rakyat ini menambahkan, kepiawaian menulis Puisi tentu diawali dengan kebiasaan membaca.

Puisi Itu Pengabdian Masyarakat

Sehingga, pada suatu perenungan, sosok Pria yang pernah menjadi Duta Baca Universitas Jambi ini menafsirkan apa itu yang di maksud Puisi.

Melalui perenungan tadi, Ia menafsirkan bahwa Puisi adalah alat mengabdi kepada masyarakat. Apalagi, bilangnya, sejarah kemerdekaan dan reformasi era 98 banyak di isi oleh penyair-penyair hebat.

Puisi itu pengabdian ya, alat mengadi pada masyarakat di bidang sastra. Coba kita ingat kembali, bagaimana dulu tokoh-tokoh sejarah. Bahkan, tahun 98 itu para penyair-penyair ditangkap karena protes pada sebuah penindasan,” tambahnya.

Baca Juga : Viral, Sebentar Lagi Jadi Pengantin, Eh Video Syur Wanita Ini Beredar Luas di Medsos

Sebab, menurut asumsi aktivis Gerakan Seniman Masuk Sekolah ini, dalam menulis sebuah puisi tentu di dasari oleh rasa pertanyaan besar akan situasi yang ada.

Sehingga kemudian, dari pertanyaan itu terbesit sebuah kritik berharap pada situasi yang ideal di tengah masyarakat.

“Awal menulis itu, pasti ada persoalan yang mau di angkat. Misal persoalan sosial, lingkungan, muncul persoalannya kemudian di tulis puisinya. Nah, ini sebagai bentuk kritik secara tidak langsung. Terus kita sebar, biarkan para pembaca menilai dan menganalisis sendiri,” jelasnya.

Jiwa Muda, Jiwa Membara

Di samping itu, Pendiri Gerakan Sastra Pinggiran ini menyelipkan sebuah pesan di Hari Puisi Nasional. Yang mana, para generasi muda harus berani menyuarakan sebuah kritik yang dapat memunculkan sebuah solusi.

Sebab, baginya anak muda itu identik dengan jiwa pemberani. Maka, Ia menyayangkan apabila saat ini rutinitas anak muda jauh dari hal-hal yang produktif.

“Jadikanlah momentum ini sebagai penyadaran kita semua. Bahwa, kita berpuisi bukan di hari puisi nasional saja. Banyak penyair-penyair muda belum berani bersuara melalui sastra. Tentu harapannya mereka berani, sebab jiwa muda itu rasa beraninya masih membara. Kenapa harus takut,” tutupnya.

Lihat Juga Video : Grebek Pabrik Air Mineral, WIGO PT Afresh Indonesia

Terakhir Boy juga menceritakan, pada buku cetakan keduanya, ironis melihat nasib masyatakat di tengah Pandemi Covid-19.

Lalu, pada tahun 2020 terbitlah buku berjudul Badut. Yang mana, puisi tersebut ironis melihat masyarakat kehilangan profesi dan mata pencarian. Sementara, keluarga di rumah dan asap dapur haruslah mengepul. (Tr01)

redaksi

Kontak kami di 0822 9722 2033 Email : Erwinpemburu48@gmail.com Ikuti Kami di Facebook, Instagram dan YouTube