SAROLANGUN – Aktifitas pertambangan batu bara yang dilakukan PT Minemex Indonesia, di Desa Taman Dewa, Kecamatan Mandiangin, dihentikan sementara. Ini lantaran banyak fasilitas umum (fasum), seperti jalan, kantor dan beberapa perumahan warga rusak, akibat aktivitas pertambangan.
Penghentian aktivitas pertambangan ini, merupakan perintah langsung dari Wakil Bupati Sarolangun, H Hillalatil Badri saat meninjau langsung lokasi pertambangan PT Minemex Indonesia di Desa Taman Dewa, Kecamatan Mandiangin pada Selasa (23/4/2019).
Hillalatil Badri, mengakui kerusakan yang ditimbulkan akibat aktifitas pertambangan ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP). “Kita sudah lakukan pertemuan bersama dengan pihak PT Minemex Indonesia terkait permasalahan ini. Dan hasil dari pertemuan tersebut, kita memutuskan aktifitas pertambangan dihentikan untuk sementara,” ungkap pria yang akrap disapa Hilal itu.
Lebih lanjut, kata dia mengingat agar tidak terjadinya kerusakan akibat keretakan lebih parah, Pemkab juga meminta agar pihak perusahaan secepatnya melakukan reklamasi bekas lokasi tambang. “Kita juga minta mereka membuat pagar secara permanen, pembuatan turap di bagian jalan, dan memperbaiki lokasi-lokasi yang mengalami keretakan,” terangnya.
Menurut Hilal, tindakan tegas ini perlu diambil, mengingat pihak perusahaan sudah melanggar aturann yang ada. “Kalau kita lihat ini jelas sebuah kelalaian pihak perusahaan. Karena dalam Amdal sudah jelas, bahwa reklamasi ini wajib dilakukan,” tegasnya. Menurutnya, pihaknya sudah berkali-kali mengingatkan. “Bahkan bapak bupati sudah berapa kali mengingatkan,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, General Manager PT Minemex Indonesia Kabupaten Sarolangun, Arpen Sumantri, justru membantah pihaknya telah melanggar aturan. Kata dia, pihaknya rutin melakukan pengawasan terkait kerusakan yang timbul. “Saya baru tujuh bulan dipindahkan ke sini. Dan selama ini, setiap minggu kita rutin melakukan pengecekan kemiringan tanah. Jadi sangat kita perhatikan kalau masalah itu,” kilahnya.
Terkait masalah keretakan yang ditimbulkan akibat aktifitas pertambangan, dia mengaku jika tanah yang mengalami keretakan tersebut merupakan tanah timbunan. “Tanah timbunan itu yang retak. Kalau untuk rumah banyak yang rusak, kita sudah lakukan pembebasan semuanya. Dan sudah kita ganti rugi. Ada sebanyak 32 unit rumah,” timpalnya.
Lebih lanjut, untuk proses reklamasi, pihaknya juga sudah melakukan kewajibannya. Kata dia, sejauh ini sudah 30 hektare lahan yang direklamasi dan untuk sisanya akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu lima tahun. Di samping itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sarolangun, Deshendri mengaku jika pihaknya sudah mengingatkan pihak perusahaan berkali-kali. Namun hal itu tak diindahkan oleh pihak perusahaan.
“Makanya kita minta stop sementara. Karena fasilitas umum sudah terganggu dan meresahkan masyarakat,” katanya. Dijelaskannya, bahwa berdasarkan aturan pihak perusahaan juga telah melakukan pelanggaran, terkait batas atau jarak minimal lokasi tambang dengan perumahan warga atau Fasum.
“Minimalkan jaraknya harus 100 meter. Kalau sekarang kita lihat hanya 50 meter jaraknya. Jadi kita minta hentikan saja sementara aktifitasnya hingga poin-poin yang kita tuntut dilaksanakan,” tuntasnya. (*)