Profesor dan Akademisi Soroti Ratusan Konflik Lahan di Jambi

BERITA JAMBI – Guna menyikapi dan mencari solusi atas konflik lahan di Jambi, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Jambi gelar Forum Diskusi Group (FGD).

Dalam forum tersebut, menuai tanggapan Profesor dan Akademisi lainnya, terkait konflik lahan  di Jambi.

Baca Juga : Gubernur Ajak KAHMI dan Forhati Dorong Kemajuan Jambi

Sebagaimana data yang dihimpun, jumlah kasus konflik lahan di Provinsi Jambi, yang berhasil diidentifikasi kini sebanyak 97 kasus. Sementara, untuk kasus yang belum teridentifikasi berada di 26 luas lahan. Tak ayal, guna percepatan kasus tersebut Panitia Khusus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi, gelar FGD yang mengundang para Forkompimda, Akademisi, praktisi hingga kalangan mahasiswa.

Ketua Pansus Wartono Triyan Kusumo menuturkan, dari FGD tersebut menyerap pemikiran para peserta. Sehingga, pada akhir masa kerja Pansus akan menghasilkan sebuah regulasi terbaru, terkait dengan konflik lahan.

“Memetakan masalah dan full data, kita perlu mendalaminya melalui FGD. Sehingga, endingnya nanti bakal memunculkan sebuah Perda. Semisal, Perda Hutan Adat, dan Peraturan lain yang tak bertabrakan dengan Undang-undang,” tukasnya.

Tanggapan Profesor dan Akademisi

Di samping itu, hal ini mendapat tanggapan dari para Profesor dan Akademisi lainnya. Salah satunya, Profesor Elita Rahmi menuturkan, melihat situasi pasar global berbagai komoditi, cenderung membawa tren konflik lahan.

Betapa tidak, sejumlah perusahaan berduyun-duyun menggeluti dunia perkebunan. Sehingga, potensi masalah yang terjadi yakni

“Misalnya, para petani sudah beroperasi lama di sana. Lantas, ketika ada hal pemenuhan administrasi tanah, terkadang menjadi potensi masalah,” ungkap Profesor Elita.

Atas hal itu, bilangnya, sinergitas antar pemangku kepentingan sangat di butuhkan dalam menyelesaikan persoalan konflik lahan.

“Lembaga riset akademik, yang khusus mengkaji persoalan konflik lahan. Sehingga, diskursus maupun masukan-masukan bisa terserap. Kita juga harus berkolaborasi dengan insan media, karena memang mereka lebih tau informasi-informasi yang baru dan akurat,” tegas Guru Besar Universitas Jambi ini.

Doktor

Lebih lanjut, polemik ini mendapat tanggapan dari Dr Arfa’i, Akademisi Universitas Jambi yang aktif dalam kajian lingkungan.

Ia menjelaskan, tahapan awal penyelesaian konflik lahan di butuhkan sebuah pemetaan. Pasalnya, tiap kasus yang terjadi di beberapa daerah, tentu memiliki karakteristik yang berbeda.

Untuk itu, di butuhkan diagnosa melalui pendekatan keilmuan tertentu. Sehingga, bermuara adanya sebuah Peraturan Daerah yang berkesinambungan, antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat sekitar areal.

“Penguatan riset bersama secara terpusat, fokus pada pengenalan dan diagnosis konflik, secara kasus per kasus. Penguatan pelembagaan penanganan konflik lahan, dan Peraturan Daerah tentang RT RW. Kemudian, perlu ada Perda tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA). Terakhir, dukungan regulasi perhutanan sosial.” imbuh Dr Arfa’i.

Lihat juga video : Demo Mahasiswa Berujung Ricuh

Terakhir, Dr Syamsir akademisi senior di Universitas Jambi ini, turut menyumbang pemikirannya. Untuk mengatasi konflik lahan, dibutuhkan kepastian regulasi yang mengatur tentang tapal batas pedesaan. Tentu, hal itu mesti mengacu pada Peraturan Perundang-undangan dan Perda.

“Kita membangun politik hukum secara nasional, hingga ke daerah. Artinya, Peraturan Daerah yang mengacu pada peraturan perundang-undangan, bahkan hingga ke tingkatan desa.” ungkap Dr Syamsir. (Tr01)

 

Redaksi Dinamika Jambi

Kontak kami di 0822 9722 2033