4 Kali Mediasi Buntu, Warga Laporkan PT KBB dan Charitas

SAROLANGUN – Persoalan lingkungan yang sudah tercemar antara masyarakat Kelurahan Gunung Kembang, Kecamatan Sarolangun dengan 2 perusahaan Batubara yakni, PT Karya Bumi Baratama (KBB) dan PT Charitas Energi Indonesia akhirnya berlanjut laporan ke Bareskrim Polri oleh para penggugat.

Perihal ini terjadi, karena sidang mediasi yang ke 4 yang digelar Selasa (23/10) di Pengadilan Negeri Sarolangun, tidak ditemukan titik terang dan dinyatakan gagal. Gagalnya mediasi tersebut, karena pihak perusahaan tidak mau melanjutkan mediasi setelah pihak penggugat meminta mediasi dimaksimalkan atas saran hakim pengadilan setempat.

“Terhadap hal tersebut, ini rencana kita minggu besok itu kita akan mengajukan laporan ke Bareskrim Polri perihal lingkungan ini. Karena inikan ada bagian khususnya sama seperti LH ada bagian Gakum,” kata kuasa hukum penggugat, DR Dhoni Matien SH MH saat ditemui di Kantor Pengadilan Negeri Sarolangun Selasa (23/10).

Selain dari itu, proses gugatan ini pun akhirnya masuk ke pokok perkara rencananya Selasa atau Rabu pekan depan masuk ke persidangan.

“Artinya proses ini menemui jalan buntu, karena memang dari perusahaan tidak mempunyai keinginan untuk bermediasi, kan sulitkan bagi pihak kita, sudah terbuka apa yang ada dalam mediasi itu kan bisa kita bicarakan,” katanya.

Dhoni Martien mengatakan, sebenarnya perkara ini tidak perlu menempuh jalur hukum, tapi pihak perusahaan mau masuk ke jalur hukum. Pihaknya juga mempersilahkan kalau begitu keinginan pihak tergugat.

“Dalam proses mediasi pun, pihak perusahaan tidak ada menawarkan opsi-opsi, artinya mereka sudah siap masuk ke pokok perkara,” kata Dhoni Martien.

Ia menyebut pihak perusahaan berdalil dia benar, dan masyarakat penggugat juga berdalil benar. Kalau semuanya merasa benar jadinya tidak ada yang bersalah, tapi kalau sebenarnya tergugat paham, tujuan daripada mediasi ini sudah jelas azas kemanfaatan tidak ada pihak yang dirugikan.

“Mereka beralasan takut nanti ada pihak yang berulang lagi, tidak bisa begitu sebenarnya inikan peradilan lembaga penegak hukum resmi,” katanya.

Ia menjelaskan adapun item laporan yang akan dimasukkan ke Bareskrim nanti adalah, pertama perusakan misalnya tanam tumbuh. Kedua, perusakan akibat limbah.

“Limbah ini campur, jadi air yang dari bekas tambang itu dibuang ke lahan milik warga. Masuk kelahan warga yang berjumlah belasan hektar, salah satunya milik warga bernama Yudha, sebanyak 5 hektar belum lagi warga yang lain,” ujarnya.

Kalau dari masyarakat yang terdampak mengenai debu, bunyi-bunyi bising itu, ada sekitar 150 KK.

“Tuntutan dari masyarakat sebenarnya simpel saja, masyarakat itu inginnya ketemu sama perusahaan itu yang bisa mengambil keputusan, apa sih penyelesaiannya,” jelas Dhoni.

Karena yang ditakutkan masyarakat ini, terhadap dampak masalah limbah ini di masa mendatang timbulnya penyakit. Bisalah misalnya mereka bisa berikan jaminan sosial salah satunya.

“Kemudian bicaralah, kita masuk ketempat orang itukan kenal dulu, rangkul dulu semua orangnya masyarakat setempat kalau gak dirangkul orang marah. Apalagi kita mengambil keuntungan dari wilayah itu,” terangnya.

Terhadap persoalan itu, ia mengatakan bahwa sejauh ini kehadiran perusahaan tidak memberikan dampak baik kepada masyarakat lingkungan setempat, sehingga masyarakat berontak.

“Perusahaan ngotot karena merasa sudah membeli lahan kepada seseorang, tapikan kita tidak bisa kesana inikan masih proses mediasi,” katanya.

“Kalau sudah bicara beli, bukti. Itukan sudah masuk ke pokok perkara, kalau mediasi ini kan mencari jalan tengah. Jangan melihat si A benar si B salah, kita gak bisa begitu kitakan cari win-win solution supaya perkara ini gak naik terus, perkara ini bisa naik nanti ini nasional masuknya,” katanya lagi.

Sementara itu pihak dua perusahaan Batubara yang menjadi tergugat dalam hal ini malalui kuasa hukumnya Ahmad Zulfikar SH MH yang hadir pada saat itu menanggapi hal tersebut.

Ia mengatakan bahwa pihaknya mengajukan dalam mediasi ini terhadap satu persamaan persepsi terlebih dahulu, terhadap persoalan hukum yang sedang dihadapi. Sebab kalau persepsinya tidak biasa disatukan berarti tidak mungkin perdamaian itu bisa dijalankan.

“Karena kita bertahan pada pada prinsip kita masing-masing, nah itu yang kita minta, kalau perlu datangkan ahli-ahli didalam mesiasi itu,” katanya.

Ia menyebut supaya tau, penggugat tau dimana posisi dia, tergugat juga tau posisi dia. Karena jelas yang namanya perusahaan tidak mungkin tanpa seizin bisa masuk kedaerah itu.

Bahwa itu merupakan hak, hak yang diberikan negara kepada perusahaan untuk mengolah tambang, itu hak konsesi pihak tergugat untuk menggali tambang itu.

“Artinya mediasi hari ini menemui jalan buntu, karena yang kita minta satu persepsi dulu dalam menghadapi persoalan ini, tetapi yang dimintakan perdamaian, apa yang mau didamaikan, iya kan,” kata Ahmad Zulfikar.

Ia menjelaakan, kalau orang bersengketa masalahnya tidak tau apa yang disengketakan, okelah apa yang telah dia gugat dari gugatan itu.

“Dari gugatan itukan kita juga punya persepsi terhadap gugatan itu, makanya saya ingin satu pandangan dulu terhadap hal tersebut, baru kita bisa cerita berapa ganti rugi, berapa sepantasnya,” katanya.

Karena hukum tidak hanya bicara tentang kepastian hukum saja, kalau bicara masalah kepastian hukum berarti akan bicara tentang bukti-bukti hak. Dan itu akan terjadi menang dan kalah.

“Tetapi kita minta supaya, saya selaku lawyer menyampaikan apa azas manfaatnya, itu yang coba kita satukan baik penggugat maupun tergugat. Intinya setelah ini pihak tergugat siap masuk ke pokok perkara,” katanya. (Ajk).

Redaksi Dinamika Jambi

Kontak kami di 0822 9722 2033