MERANGIN – Emak-emak PKL Merangin satu persatu bersuara pasca penertiban. Setelah relokasi, PKL dihadapkan dengan banyak retribusi hingga pembeli sepi yang membuat mereka terus merugi.
Tak hanya PKL Pasar Rakyat, PKL di lahan Koramil yang merupakan PKL eks Tugu Pedang juga menderita. Mereka menjerit, usahanya sepi dan terancam gulung tikar.
Sebelumnya terdata, ada hampir 70 PKL yang ditertibkan dari kawasan Tugu Pedang sekitarnya. Namun hanya 48 yang masih bertahan berdagang di tempat baru.
Tak punya modal, retribusi yang mahal, parkir yang menghalangi pembeli, membuat beberapa PKL mengubur dalam-dalam niat menafkahi keluarganya dari berjualan.
“Bagaimana kami mau berjualan, modal sudah habis, bayar-bayar mahal, pembeli sepi. Mati kami bang. Kami tidak mengemis ke pemerintah, tapi berusaha sendiri mencari nafkah, kenapa dipersulit? Bukannya kami harus dibantu, masyarakat harus disejahterakan malah dimatikan,” umpat salah satu Emak-emak PKL saat ditemui Sabtu (7/6/2025).
Video Curhat PKL Merangin : Klik Disini
Hal senada disampaikan Yunita, salah satu PKL yang tengah berjuang untuk anaknya berkebutuhan khusus. Ia kini tak mampu lagi membayar BPJS dan kebutuhan hidupnya.
“Dibilang cukup, cukuplah untuk biaya hidup, BPJS terbayar, pengobatan anak lancar, modal untuk jualan ada, tabungan sedikit-sedikit ada,” katanya mengingat sebelum relokasi.
Kini, sepinya pembeli ditempat baru, membuatnya menjerit. Jika sebelumnya pendapatan 1 juta kotor, kini pendapatan kotor 200 ribu.
“200 ribu tu menangis bang. 300 ribu be kurang, untuk modal lagi. Apo lagi yang untuk makan?,” katanya lirih.
Baca Juga : Pasca Penertiban PKL di Merangin, Tak Punya Modal, Suami Sakit, Motor Ditarik Leasing
Sebagai single parent, Yunita benar-benar dihadapkan dengan kesulitan luar biasa. Dengan pendapatan menurun tajam, Ia harus rutin memberikan perawatan sang anak.
Mulai fisioterapi yang disebut berbiaya Rp 150 ribu setiap kali kontrol, juga perawatan di Sumbar yang membutuhkan biaya besar.
Anak berusia 14 bulan itu, bilangnya, harus berada digendongnya terus. Bayangkan, jika memang pendapatan turun terus, bagaimana mungkin Ia mencari pekerjaan selain berjualan?
“Jadi ibaratnyo kami memperlambat kematian,” kata Yunita yang telah 2 tahun berjualan.
Tak ada solusi dari pemerintah, menjadi sorotan PKL setelah relokasi. Padahal, banyak saran dan kritik publik terkait relokasi yang membuat PKL menjerit.
Belum lagi, lokasi yang digunakan saat ini, membuat was-was PKL lantaran bisa saja kembali digusur. Padahal, mereka telah membayar Rp 500/tahun.
“Kalau nanti rumah dinas dibangun, selesai kami bang. Kami pasti dipindahkan lagi,” sebut PKL.
Baca Juga : PKL Pasar Rakyat Sepi Pasca Diresmikan Bupati, PKL : Mati Kami Dek
Pasca Program Bupati Merangin M Syukur menertibkan PKL yang kini di lahan TNI itu, banyak pula beredar retribusi. PKL harus mengeluarkan Rp 19 ribu untuk kebersihan, lampu dan iuran Rp 14 ribu, serta Rp 5 ribu untuk penitipan.
Belum lagi biaya parkir kendaraan, membuat pembeli enggan masuk. Berbagai keluhan warga sudah banyak disuarakan di media sosial.
“Malas berkunjung ksana tuh bukan karena apa ya.. tapi kita beli es teh aja 3rb parkir ny 2rb,” sebut Mella WB.
“Yang dipungut tuh perusahaan banyak, jgn PKL kecil, ekonomi rakyat mati,” kata yang lain.